Food Safety Pangan atau makanan merupakan kebutuhan dasar yang manusia yang harus dijamin keamanannya. Hal ini diatur oleh UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 4 Tentang Perlindungan Konsumen, yang membuktikan bahwa pangan harus dijamin keamanannya. Keamanan pangan merupakan hal yang harus dipenuhi untuk suatu produk pangan. Namun, sering kali kita melihat bahwa di sekitar kita masih banyak permasalahan keamanan pangan yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia, salah satunya keracunan makanan. Berdasarkan catatan BPOM, di Indonesia terdapat sekitar 20 juta kasus keracunan pangan per tahun (Lestari, 2020). Hal ini terjadi karena faktor kurangnya pengetahuan masyarakat tentang keamanan pangan. Selain itu, adanya penyimpangan pangan yang dilakukan produsen yang dapat menyebabkan konsumen mengalami banyak kerugian (Hura, dkk., 2016).
Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir penyimpangan keamanan pangan yaitu dengan menerapkan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dan GMP (Good Manufacturing Practices) yang telah dibahas di artikel sebelumnya tentang Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Standard (GMP) pada Industri Pangan (bizplus.id). Penerapan konsep Sistem Manajemen Keamanan Pangan terdapat istilah food safety, food defense, dan food fraud. Namun, apa perbedaan dari ketiga istilah tersebut?
Menurut Peraturan Pemerintah 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, food safety atau keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Food defense atau ketahanan pangan menurut FDA adalah usaha untuk mencegah ancaman kontaminasi yang disengaja, ancaman yang dimaksudkan dapat berupa sabotase, perusakan produk makanan, penyelewengan produk, dan lain-lain. Sedangkan food fraud adalah usaha atau upaya mengubah, memodifikasi, dan mengganti label juga merusak produk makanan di titik sepanjang rantai pasok. Food fraud atau yang kerap kali disebut pemalsuan produk makanan lebih berpusat untuk keuntungan ekonomi. Misalnya, penambahan boraks pada bakso, daging sapi yang digantikan dengan daging celeng, dan lain sebagainya.
Jadi, jika disimpulkan food safety adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah dari cemaran yang tidak disengaja, sedangkan food defense dan food fraud adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah dari cemaran yang disengaja (dari manusia). Lalu, bagaimana cara mencegah atau meminimalisir dari bahaya cemaran yang tidak disengaja maupun disengaja?
Cara mencegah bahaya cemaran adalah dengan:
- Menyusun HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Plan
HACCP Plan disusun guna mencegah adanya cemaran biologis, fisik, dan kimia (tidak disengaja) yang dapat mencemari produk. Tujuan disusunnya HACCP plan adalah memastikan bahwa terdapat tindakan pencegahan untuk cemaran biologis, fisik, dan kimia dapat dicegah sehingga produk pangan dapat dipastikan keamanannya.
- Menyusun TACCP (Threats Assessment Critical Control Point) Plan
TACCP Plan disusun untuk mengendalikan dan mencegah penipuan makanan yang disengaja untuk kepentingan ekonomi yang dapat mempengaruhi keamanan produk. Sehingga, dengan menyusun TACCP Plan kita dapat mengetahui resiko apa yang dapat terjadi dan segera menyusun pengendaliannya sehingga produk pangan dapat dipastikan keamanannya.
- Menyusun VACCP (Vulnerability Assessment and Critical Control Point) Plan
VACCP Plan disusun untuk mengidentifikasi seberapa rentan sebuah proses produksi (bahan mentah, proses produksi, sampai menjadi produk pangan) terhadap ancaman pemalsuan yang disengaja. TACCP dan VACCP dijalankan bersamaan sebagai usaha atau upaya untuk menjaga keaslian produk dan tahap pengendalian untuk mencegah adanya pemalsuan makanan yang disengaja.
Untuk itu, penting sekali menerapkan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dan GMP (Good Manufacturing Practices) sebagai bentuk pencegahan adanya penyalahgunaan bahan-bahan atau mikroba yang menyebabkan produk pangan yang dihasilkan menjadi tidak aman. Salah satu contoh bentuk penerapan terkait pencegahan adanya aksi terorisme, sabotase, dan vandalisme dengan penggunaan produk pangan adalah adanya prosedur untuk memusnahkan label produk saat produk tersebut sudah tidak digunakan atau reject dan adanya prosedur keamanan yang memeriksa tamu maupun karyawan saat meninggalkan area produksi.
Sumber:
Lestari, T.R.P. 2020. Penyelenggaraan Keamanan Pangan sebagai Salah Satu Upaya Perlindungan Hak Masyarakat sebagai Konsumen, Jurnal Masalah-Masalah Sosial. 11 (1): 57-72
Hura, D.L., Njatrijani, R., dan Mahmudah, S. 2016. Perlindungan Bagi Konsumen terhadap Makanan Olahan Mengandung Bahan Berbahaya di Jawa Tengah, Diponegoro Law Journal. 5(4): 1-18