Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), barang gunaan termasuk dalam kategori produk yang wajib disertifikasi halal. UU JPH beserta turunannya menegaskan bahwa barang gunaan yang wajib disertifikasi halal spesifik terhadap sesuatu yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan yang berasal dari unsur hewan atau mengandung unsur hewan. Beberapa diantaranya sandang, penutup kepala, aksesoris, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, kemasan produk, alat tulis dan perlengkapan kantor, alat kesehatan, serta bahan penyusun barang gunaan.
Waktu Peresmian :
Kategori barang gunaan, kemasan salah satu diantaranya, telah memasuki masa transisi sertifikasi halal. Tenggat waktu transisi berakhir pada 17 Oktober 2026. Artinya, setelah itu, seluruh kemasan yang ada dan digunakan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Tentu, masih ada waktu bagi para pelaku industri kemasan untuk memulai proses sertifikasi halal.
Sanksi Jika Tidak Bersertifikasi Halal :
Seperti telah diketahui bersama, halal merupakan sesuatu yang dibolehkan menurut syariat Islam. Sertifikasi halal terhadap sebuah produk diperlukan untuk memastikan unsur/material suci dan tidak terkena najis selama penanganan. Sebelum mendapatkan sertifikat halal, sebuah produk melalui serangkaian pemeriksaan kehalalan yang dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan audit, hasil laporan audit akan disampaikan dalam sidang Komisi Fatwa MUI. Produk yang halal digunakan ditandai dengan keluarnya Ketetapan Halal. Inilah yang menjadi dasar diterbitkannya sertifikat halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) selaku regulator UU JPH di Indonesia.
Titik Kritis Halal pada Kemasan (packaging) :
Berbagai jenis material kemasan memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu penggunaan nya disesuaikan dengan sifat produk yang dikemasnya. Di antara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya, meski penggunakan kemasan plastik saat ini juga mendapat reaksi negatif pada lingkungan.
- Titik kritis pada kemasan plastik adalah dari bahan penolong, yaitu penstabil proses yang digunakan dalam produksi kemasan plastik. Penggunaan garam asam lemak (Kalsium stearate E470) berpotensi non halal, karena sumbernya dari hewani seperti lemak babi/lard dan lemak sapi/Tallow. Dalam fungsinya sebagai pemlastis, phthalate dalam plastik tidak terikat kuat secara kimia dengan polimer inang, sehingga dapat menguap ke lingkungan. Oleh karena itu, phthalate tidak hanya bersifat karsinogenik, juga dapat menyebabkan gangguan pada inhalasi, sehingga tidak thoyib. Yang juga harus diperhatikan adalah bahan tambahan/penstabil dalam pembuatan plastik ini tidak terikat kuat secara kimia pada polimer plastik, kecuali bahan tambahan untuk plastik anti api (biasanya digunakan untuk baju pemadam kebakaran). Konsekuensinya bahan tambahan tersebut dapat bermigrasi ke dalam bahan yang dikemas.
- Untuk kemasan kertas, titik kritis halal di antaranya terdapat dalam penggunaan enzyme, gelatin, asam lemak yang ketiganya dapat berasal dari hewani. Khusus untuk penggunaan enzyme, titik kritis juga dapat disebabkan enzyme yang berasal dari proses mikrobial. Kemasan kertas yang digunakan sebagai kemasan pangan harus food grade dan juga harus memenuhi standard halal dalam prosesnya.
Jika diperlukan menggunakan bahan plastik sebagaimana plastik yang saat ini paling banyak dipakai, tentunya harus memenuhi persyaratan tertentu.
Hal yang perlu dipersiapkan untuk mendaftarkan halal (kemasan) packaging
- Bahan Baku dan Proses Produksi : Pastikan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kemasan dan proses produksinya memenuhi persyaratan halal. Ini termasuk bahan-bahan seperti tinta, lem, dan bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kemasan.
- Dokumentasi : Siapkan dokumentasi lengkap yang mencakup informasi tentang bahan baku, proses produksi, dan spesifikasi teknis kemasan. Dokumentasi ini harus dapat memberikan bukti bahwa produk dan proses produksinya memenuhi standar halal.
- Audit Internal : Lakukan audit internal untuk memastikan bahwa seluruh rantai pasok dan proses produksi mematuhi standar halal. Audit ini mencakup pemeriksaan bahan baku, fasilitas produksi, dan praktik-praktik yang terlibat dalam proses produksi.
- Konsultasi dengan Lembaga Sertifikasi : Hubungi lembaga sertifikasi halal yang diakui dan konsultasikan dengan mereka mengenai persyaratan spesifik yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan sertifikasi halal untuk kemasan. Mereka dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai proses dan persyaratan yang diperlukan.
- Penerapan Prinsip Halal dalam Desain Kemasan : Pastikan desain kemasan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip halal. Ini termasuk menghindari gambar atau tulisan yang dapat dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai halal.
- Pelatihan Karyawan : Pastikan karyawan yang terlibat dalam proses produksi memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip halal. Mereka harus dilatih untuk memastikan bahwa semua langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kehalalan produk dijalankan dengan baik.
- Pengujian Produk : Lakukan pengujian produk secara berkala untuk memastikan bahwa produk tetap memenuhi standar halal. Ini dapat mencakup pengujian bahan baku, uji kelayakan, dan pengujian lainnya yang relevan.
- Pemeliharaan Rekam Jejak : Simpan rekam jejak yang lengkap mengenai bahan baku, proses produksi, dan pemeriksaan produk. Rekam jejak ini akan digunakan selama proses sertifikasi dan dapat diminta oleh lembaga sertifikasi.
Penting untuk diingat bahwa persiapan untuk mendapatkan sertifikasi halal harus dilakukan dengan serius dan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Terkait dengan poin 4 yakni konsultasikan dengan lembaga sertifikasi, Bizplus merupakan solusi bagi perusahaan yang akan melakukan sertifikasi halal, dengan metode yang sesuai dengan Pedoman dari LPPOM MUI.