Pengendalian Risiko Berbasis ISO 45001:2015

Pengendalian risiko berbasis ISO 45001:2015 berfokus pada identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan implementasi langkah-langkah pengendalian untuk mengurangi atau menghilangkan risiko di tempat kerja.

Dalam ISO 45001 perusahaan diminta untuk menetapkan, melaksanakan dan mengidentifikasi risiko kesehatan dan keselamatan kerja dengan melakukan identifikasi terhadap sumber-sumber yang berpotensi mengakibatkan situasi berbahaya, cidera, dan menyebabkan kesehatan yang buruk bagi pekerja. Risiko kesehatan dan keselamatan kerja merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa atau paparan berbahaya yang terkait dengan pekerjaan dan keparahan cidera dan gangguan kesehatan yang dapat disebabkan oleh suatu kejadian atau paparan.

Selain diminta untuk melakukan identifikasi terhadap risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dapat berpotensi terjadi, organisasi juga diminta melakukan tindakan untuk mengatasi risiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat terjadi.

5 Hirarki Pengendalian Risiko

Berdasarkan Klausul 8.1.2 pada ISO 45001:2015 terdapat 5 hierarki pengendalian yang dapat digunakan perusahaan dalam menetapkan, menerapkan, dan memelihara proses untuk menghilangkan bahaya dan mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Kelima hierarki tersebut antara lain:

  1. Menghilangkan Bahaya / Eliminasi Bahaya
    Organisasi dapat menghilangkan bahaya dengan berhenti menggunakan bahan-bahan dan material yang menyebabkan bahaya atau menghentikan kegiatan berpotensi membahayakan pekerja. Cara ini merupakan cara yang paling efektif karena dengan menghilangkan sumber bahaya, potensi bahaya juga dapat dihilangkan dengan mudah, namun cara ini juga merupakan cara yang paling sulit untuk dilakukan karena cara ini membatasi tindakan yang dapat dilakukan atau peralatan yang dapat digunakan. Contoh dari penerapan eliminasi bahaya adalah pekerjaan yang mengharuskan personil untuk bekerja di area kerja yang lebih dari 2 meter dilarang untuk menghindari potensi bahaya personil jatuh dari ketinggian.
  2. Substitusi
    Cara kedua yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan substitusi atau mengganti proses, kegiatan operasional, material, atau alat yang memiliki risiko bahaya K3 dengan proses, kegiatan operasional, material, atau peralatan lain yang lebih aman atau memiliki risiko lebih kecil. Cara ini dinilai lebih mudah dibandingkan dengan cara yang pertama, karena personil tetap dapat melakukan kegiatan dan menggunakan peralatan dengan lebih aman. Contoh dari penerapan substitusi ini adalah mengganti penggunaan kompor gas ke kompor listrik untuk menghindari risiko tabung gas meledak.
  3. Reorganisasi / Rekayasa Teknik
    Cara ketiga yang dapat dilakukan sebagai pengendalian terhadap risiko K3 adalah rekayasa Teknik. Cara ini dilakukan dengan melakukan modifikasi terhadap peralatan kerja yang digunakan oleh pekerja untuk mengurangi potensi bahaya yang ditimbulkan dari peralatan yang digunakan dan memberikan perlindungan terhadap pekerja. Contoh dari penerapan rekayasa teknik adalah dengan menambahkan penutup atau pelindung pada mesin agar tidak terkena bagian tubuh pekerja, memberikan sensor untuk identifikasi ketidaksesuaian terhadap mesin seperti : pintu mesin yang tidak tertutup sempurna, tempat penyimpanan mesin yang hampir kosong, dan berbagai modifikasi lainnya yang memungkinkan ketidaksesuaian dapat terdeteksi.
    Cara ini dinilai cukup efektif, namun memerlukan biaya yang cukup tinggi karena pada umumnya rekayasa teknik dilakukan dengan menambahkan mesin, alat, atau penambahan lain yang memanfaatkan teknologi yang semakin berkembang.
  4. Pengendalian Adminstrasi
    Cara termudah dalam melakukan pengendalian risiko K3 adalah dengan melakukan pengendalian administrasi. Pengendalian administrasi dilakukan dengan membuat kebijakan, ketentuan, aturan, dan tata cara yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan suatu kegiatan agar dapat dilaksanakan dengan lebih aman dan menghindari adanya risiko K3. Contoh dari pengendalian administrasi adalah menetapkan mekanisme inspeksi, pelatihan, dan induksi yang diberikan untuk meningkatkan kesadaran personil mengenai risiko K3 yang dapat terjadi.
  5. Pengunaan Alat Pelindung Diri (APD)
    Cara terakhir yang dapat dilakukan organisasi untuk melakukan pengendalian risiko K3 adalah dengan menggunakan alat pelindung diri yang memadahi sesuai dengan potensi risiko yang dimiliki. Cara ini tidak dapat menghilangkan kemungkinan risiko K3 yang dapat terjadi, namun dapat mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan oleh risiko K3 tersebut.

Kelima hierarki tersebut adalah beberapa cara yang dapat Anda gunakan dalam penerapan pengendalian risiko K3 berdasarkan ISO 45001:2018. Ingin mengetahui lebih lanjut tentang ISO 45001:2018? Tenang saja, konsultasikan dengan Bizplus. Karena Bizplus merupakan jasa konsultan ISO terbaik di Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Penulis : DC